Oleh: Dr. H. Urwatul Wusqa. Lc. MA
Al-‘Allamah al-‘Ajluni menyebutkan sebuah kisah yang
menunjukkan prinsip Imam al-Bukhari dalam hidupnya dan bagaimana beliau sangat
menjaga komitmen tersebut dalam kesehariannya. Adapun kisahnya adalah sebagai
berikut:
Imam al-Bukhari pernah berlayar mengarungi lautan pada
masa-masa menuntut ilmu. Saat itu Imam al-Bukhari membawa uang sebanyak 1.000
(seribu) dinar. Lalu datanglah kepada beliau seorang lelaki dari kalangan awak
kapal. Lelaki tersebut menampakkan rasa suka dan kecintaan terhadap Imam al-Bukhari,
lalu bersikap dekat dan duduk membersamai Imam al-Bukhari. Tatkala Imam
al-Bukhari melihat kecintaan dan jiwa persahabatan lelaki tersebut, Imam
al-Bukhari pun merasa senang berteman dengan lelaki itu dan setelah beberapa
kali duduk berbincang bersama, Imam al-Bukhari pun memberitahukan kepada lelaki
itu tentang uang 1.000 (seribu) dinar yang dibawanya.
Pada suatu hari, lelaki awak kapal itu terbangun dari
tidurnya. Ia menangis dan meratap seraya merobek-robek pakaiannya dan
memukul-mukul wajah dan kepala sendiri. Tatkala orang-orang (yang berada di
dalam kapal) melihat keadaan lelaki itu, mereka pun menjadi heran dan bingung,
lalu mereka bertanya kepada lelaki itu dengan pertanyaan yang mendesak dan
berulang-ulang tentang hal yang menyebabkannya menangis dan meratap seperti
itu. Lalu lelaki itu berkata kepada mereka, “Kantongku yang berisi uang seribu
dinar hilang!” (Mendengar alasannya), orang-orang pun melakukan penggeledahan
satu persatu terhadap para penumpang kapal. Pada saat penggeledahan sedang dilakukan
(terhadap penumpang lain), Imam al-Bukhari secara sembunyi-sembunyi
mengeluarkan kantongnya yang berisi uang 1.000 (seribu) dinar, lalu
melemparkannya ke laut. Setelah itu, orang-orang mulai menggeledah Imam
al-Bukhari, lalu berlanjut kepada penumpang lain hingga penumpang terakhir,
tetapi mereka tak menemukan barang yang mereka cari. Akhirnya, para pemeriksa
itu kembali kepada lelaki awak kapal (yang managis tadi) seraya mencela dan
menegurnya dengan teguran yang keras.
Ketika (kapal berlabuh) dan orang-orang turun dari kapal,
lelaki itu menghampiri Imam al-Bukhari dan bertanya kepada beliau tentang, “Apa
yang diperbuat dengan kantong berisi uang dinar itu?” Imam al-Bukhari menjawab,
“Aku melemparkannya ke laut.” Lelaki itu berkata, “Bagaimana kau bisa bersabar
atas kehilangan uang yang sangat besar ini?” Maka Imam al-Bukhari berkata
kepadanya, “Wahai orang bodoh! Tidak tahukah kau bahwa diriku telah
menghabiskan seluruh hidupku untuk mengumpulkan hadits Rasulullah –shallallahu
‘alaihi wa sallam? Dunia telah mengenalku sebagai orang yang tsiqah
(tepercaya), maka bagaimana mungkin aku membiarkan diriku sebagai sasaran
tuduhan atas pencurian? Apakah ad-Durrah ats-Tsaminah (mutiara berharga; yakni
ketepercayaan dan keadilan dalam periwayatan hadits) yang telah kucapai dalam
hidupku harus kubuang demi mempertahankan dinar-dinar yang bisa dihitung?”
–Shirah al-Imam al-Bukari (122-123).
Begitulah imam Bukhari :
- Yang rela melemparkan duitnya yang sangat banyak, demi
menjaga
kehormatan dirinya
- Yang rela kehilangan barang berharga, demi prinsip yang
diyakininya
- Yang rela kehilangan barang mahal, demi sesuatu yang
diyakini kuat dalam
hidupnya
Inilah contoh kekuatan prinsip dalam hidup, yang mesti
dimiliki oleh setiap generasi muslim. Prinsip hidup yang diyakininya sehingga:
- Ia rela dianggap lemah oleh manusia, ketika dia yakin
Allah redha kepadanya
- Ia rela kehilangan untung bisnisnya, dari sesuatu yang
akan membuat Allah
murka
- Ia rela kerugian hartanya, demi ukhuwah yang menjadi
kekuatan
persaudaraannya
- Ia rela meninggalkan pujian manusia, demi mengharap
redha Allah dan orang
tuanya
Inilah generasi dambaan dalam setiap kurun dalam
perjalanan waktu yang ada, yaitu:
- Generasi yang tidak takut apapun di jalan Allah swt,
- Generasi yang tidak takut mengorbankan apapun di jalan
yang diyakininya,
- Generasi yang tidak menyerah hanya karena anggapan
buruk orang yang tidak
suka kepadanya
- Generasi yang mempunyai prinsip dalam hidup dan bukan
hanya ikut-ikutan
dengan orang-orang yang berada di sekitarnya, sebagaimana
hadits yang
diriwayatkan oleh Imam al- Turmuzi :
عن حذيفة بن اليمان
رضي الله عنه
أن النبي صلى
الله عليه وسلم قال
: (لَا تَكُونُوا إِمَّعَةً ،
تَقُولُونَ : إِنْ أَحْسَنَ النَّاسُ
أَحْسَنَّا ، وَإِنْ
ظَلَمُوا ظَلَمْنَا ، وَلَكِنْ
وَطِّنُوا أَنْفُسَكُمْ ، إِنْ
أَحْسَنَ النَّاسُ أَنْ تُحْسِنُوا
، وَإِنْ أَسَاءُوا
فَلَا تَظْلِمُوا) رواه الترمذي (2007) بإسناد
ضعيف .
Artinya : Dari Hudzaifah, berkata: Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam bersabda : “Janganlah kalian menjadi Imma’ah; kalian berkata:
jika orang-orang baik, kami pun ikut baik. Dan jika mereka dzalim kami pun ikut
dzalim. Tetapi siapkan diri kalian (untuk menerima kebenaran dan kebaikan);
Jika orang-orang baik, kalian harus baik dan jika mereka rusak, kalian jangan
menjadi orang dzalim.” (HR. Tirmidzi dan beliau mengatakan hadits ini hasan
gharib) Hadits ini dikatakan dha’if oleh sebagian ulama dan dikatakan merupakan
perkataan Abdullah bin Mas’ud.
Mudah-mudahan Allah mudahkan kita untuk tetap istiqamah
di jalanNya dengan kekuatan prinsip yang tetap kita jaga.
0 komentar:
Posting Komentar