Alamat: Jl. Ikhlas III No.7, Andalas, Padang Timur, Kota Padang, Sumatera Barat 25171

Minggu, 26 November 2017

Hukum Mengkonsumsi Cacing

Pertanyaan:
Assalamu’alaikum...
Afwan ust, suami ana terkena penyakit typus. Ada teman yang menganjurkan untuk makan cacing. Karena panik, ana langsung beli kapsul cacing di apotek terdekat. Setelah minum kapsul cacing tersebut, kondisi suami ana membaik. Akhirnya beliau mengkonsumsi obat tersebut secara teratur.
Sebentar ini ana dapat saran dari teman akhwat kalo sebaikny tidak mengkonsumsi lagi karena cacing haram. Ana waktu itu tidak terpikir kalo cacing haram. Yang ada dalam pikiran ana gimana caranya supaya suami bisa sehat.
Pertanyaan :
1. Apakah cacing yang di kemas dalam bentuk kapsul tetap haram, padahal di botolnya ada label halal dari bpom ?
2. Jika haram, apa yang harus kami lakukan untuk membersihkan tubuh kami dari yang haram tersebut ?
Mohon pencerahannya ust...

Jawaban:

Hukum mengkonsumsi cacing sebagai makanan diperselisihkan oleh para ulama.

Jumhur ulama termasuk di dalamnya madzhab syafii menyatakan cacing itu haram. Alasan mereka mengharamkan karena cacing itu termasuk binatang yang khabits atau jelek dan menjijikkan.

Allah Ta’ala berfirman,

وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ

Dan dia mengharamkan bagi mereka segala yang khobits” (QS Al A’raf: 157).

Makna khobits dalam ayat ini ada tiga pendapat, yaitu:

1. Khobits adalah makanan haram. Jadi yang dimaksudkan dalam ayat tersebut adalah dilarang menyantap makanan haram.

2. Khobits bermakna segala sesuatu yang merasa jijik untuk memakannya, seperti ular dan hasyarot (berbagai hewan kecil yang hidup di darat).

3. Khobits bermakna  bangkai, darah dan daging babi.

Adapun pendapat kedua, yaitu dari madzhab Maliki, cacing hukumnya boleh dimakan. Alasan mereka adalah tidak adanya dalil khusus yang mengharamkan cacing. Sedangkan standar khobist atau menjijikkan itu tidaklah baku. Bisa berbeda-beda antara orang atau tempat yang berbeda pula.

Dalil mereka dalam hal ini adalah Firman Allah:

قُلْ لَا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ

Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi – karena sesungguhnya semua itu kotor – atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah.” (QS. Al An’am: 145).

Dan firman Allah:

وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ

Padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu” (QS. Al An’am: 119).

Dari ayat- ayat ini terlihat bahwa makanan haram adalah yang dikecualikan dari keumuman ayat pertama (Al Baqarah: 29). Selain yang diharamkan berarti kembali kepada keumuman yang menyatakan halal atau bolehnya. (Dinukil dari Al Mawsu’ah All Fiqhiyyah, 5: 147).

Maka dengan demikian hukum mengkonsumsi cacing ini masih khilafiyah. Sebaiknya kita menghargai perbedaan pendapat ini. Apalagi bila MUI dan pihak kedokteran mengakui khasiat dan manfaatnya untuk menyembuhkan penyakit.

Wallahu A'lam.

Ustadz H. Irsyad Syafar. Lc. M.Ed

0 komentar:

Posting Komentar