Oleh: Irsyad Syafar, Lc., M.A
Nikmat itu baru terasa kalau sudah tidak ada. Kalau masih
ada atau masih di tangan, sering terlupakan. Kalau sudah habis atau hilang,
timbullah kerisauan dan angan-angan. Seandainya begini, seandainya begitu....
Bila kita tidak ingin menyesal, maka manfaatkanlah segala
nikmat - selama masih ada - untuk kebaikan. Bila kita ingin rasa memiliki
nikmat itu semakin kuat, maka tengok dan perhatikanlah orang yang telah
kehilangannya, di saat kita masih punya.
Ada limat nikmat yang disebut khusus oleh Rasulullah saw:
*Pertama, Masa dan
usia muda.* Adalah nikmat yang sangat berharga dari Allah. Di saat masih
muda, berbagai potensi dan kemampuan Allah berikan. Tenaga, semangat, daya
juang, daya tahan, obsesi dan sebagainya, sangat kuat dan maksimal di saat
masih muda. Ingin berbuat apa, ingin bekerja apa, ingin pergi kemana, ingin
merancang apa dan sebagainya, masih sangat mungkin direalisasikan.
Kalau ingin terasa betapa masa muda itu adalah nikmat yang
mahal, kunjungilah orang yang sudah tua. Banyak hal yang dia sudah tidak mampu
dan tidak kuat melakukannya. Tenaga sudah jauh berkurang, kulit sudah keriput,
daya tahan untuk lama-lama bekerja sudah menipis, pandangan dan pendengaran
juga melemah, dalam banyak hal akan bergantung pada pertolongan orang lain.
Sudah sulit diajak berjalan cepat, apalagi berlari kencang.
*Kedua, Nikmat
sehat.* Itu adalah nikmat yang sangat berharga. Dengan nilai berapapun
orang mau menebusnya. Sebab, dengan kesehatan orang terbebas dari banyak
halangan, pantangan dan rintangan. Sayangnya, pepatah arab mengatakan,
"kesehatan itu adalah mahkota di atas kepala orang yang sehat. Tidak
banyak yang melihatnya kecuali orang yang sakit".
Kalau kita betul-betul ingin merasakan betapa nikmatnya
sehat itu, kunjungilah (lihatlah) orang yang sakit. Apalagi orang yang kita
kenal dahulunya energik, aktif, penuh kerja dan karya. Saat dia sudah terbaring
tak berdaya, fisiknya sudah berubah, tenaga sudah sangat berkurang, bahkan
mungkin pasrah dengan "taqdir" Allah, saat itulah kita akan mengakui
nikmat pemberian Allah yang bernama sehat.
Tidak jarang karena jenis penyakit tertentu, banyak
nikmat yang menjadi hilang, padahal kita mampu memilkinya. Bila sudah darah
tinggi terlaranglah sebagian makan. Bila sudah tinggi kolestrol, terhalanglah
dari berbagai makanan. Bila sudah kena sakit gula, maka berkuranglah nikmat
sebagian makanan. Dan banyak lagi pantangan-pantangan lain.
*Ketiga, Nikmat
kaya* atau berpunya, juga merupakan nikmat yang sangat besar dari Allah.
Dengan kekayaan seseorang bisa berbuat dan melakukan banyak hal. Apalagi kalau
orangnya shaleh dan taat kepada Allah. Ia bisa beribadah dengan baik, pergi
haji dan umrah, berinfaq dan bersedekah, membangun masjid dan lembaga
pendidikan, membantu orang lain yang dalam kesulitan. Terpikir hendak berinfaq,
langsung bisa dieksekusi. Terangan-angan ingin membantu orang lain, langsung
dapat direalisasikan.
Bila kita ingin lebih merasakan nikmatnya kekayaan itu,
maka kunjungilah orang yang tidak punya (faqir miskin) disaat kita punya.
Duduklah sejenak bersamanya, melihat dan mendengar "deritanya".
Dengarkan harapan dan angan-angannya, agar kita ikut bersamanya dalam suasana
"ketidakmampuan". Paling tidak, kita akan semakin bersyukur kepada
Allah atas nikmat-nikmatNya.
*Keempat*, sangat
mahal harganya *nikmat lapang*. Dimana kita punya waktu memadai untuk
mengerjakan sesuatu, menuntaskan tugas-tugas, menunaikan janji dan amanah,
memenuhi permintaan orang lain dan sebagainya.
Kalau kita ingin merasakan betul nikmatnya waktu lapang,
datangilah orang yang sangat sibuk dan padat agenda. Terutama yang sudah
"kepepet" dengan jadwal penyelesaian tugas. PR belum selesai, skripsi
belum tuntas, kerjaan kantor menumpuk, hutang jatuh tempo dan sebagainya,
sementara waktu sudah sangat kasib.
Dalam kondisi tersebut biasanya banyak tugas yang
terabaikan, kualitas kerja yang sangat rendah dan kadang asal-asalan. Jangankan
yang sunat, yang wajib-wajib pun kadang jadi tertinggal. Birrul walidain tak
jalan, silaturrahim macet, janji-janji terkendala dan lain sebagainya.
Yang *kelima*,
nikmat yang paling sering kita lupakan adalah *nikmat hidup*. Saat masih
hiduplah kita bisa menambah tabungan akhirat, pundi-pundi amal shaleh dan
peluang-peluang tingginya derajat di sisi Allah. Kalau sudah mati, berakhirlah
semuanya, kecuali yang memang sempat "diinvestasikan" saat masih
hidup.
Bila kita ingin terus merasakan nikmatnya hidup, maka
kunjungilah orang yang baru saja wafat. Lihatlah jasadnya yang sudah tak
berdaya, pasrah menunggu proses-proses terakhir di dunia. Berikutnya jalan
panjang di akhirat yang tak ada lagi amal, tinggal pembalasan. Pastilah begitu
banyak rencana, obsesi, keinginan dan cita-cita yang belum kesampaian. Karena
memang, obsesi (angan-angan) seseorang selalu saja melampui batas-batas
ajalnya.
Bila lima hal tersebut kita coba mengamalkannya, tentu
akan kita pahami kenapa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam menyuruh kita untuk
menggunakan yang lima sebelum datangnya yang lima:
عن بن عباس
رضي الله عنهما
قال : قال رسول الله
صلى الله عليه
وسلم لرجل وهو يعظه
: " اغتنم خمسا قبل خمس
شبابك قبل هرمك وصحتك
قبل سقمك وغناءك
قبل فقرك وفراغك
قبل شغلك وحياتك
قبل موتك".
Artinya: Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. Ia berkata
bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam telah bersabda, "Manfaatkanlah
yang lima sebelum datangnya yang lima: Masa mudamu sebelum masa tuamu, sehatmu
sebelum sakitmu, kayamu sebelum faqirmu, lapangmu sebelum sempitmu, dan hidupmu
sebelum matimu." (HR Hakim, dishahihkan Albani).
Wallahu A'laa wa A'lam.
0 komentar:
Posting Komentar