Oleh: Ustadz Irsyad Syafar, Lc., M.Ed
DAKWAH SUATU KEMESTIAN
Tidak bisa dibayangkan seperti apa kondisi kaum muslimin
tanpa para da'i di tengah-tengah mereka. Pastilah mereka akan terombang-ambing
kian kemari, disambar para syetan dari kalangan jin dan manusia. Karena
itulah Allah menghendaki adanya da'i yang menjadi sumber cahaya saat kegelapan,
memberi petunjuk ke jalan kebenaran, memimpin umat dalam kebaikan, membebaskan
mereka dari kesesatan berfikir, penyimpangan dalam keyakinan dan kerusakan dalam
mengabdi kepada Allah. Para Nabi dan Rasul semua adalah da'i di jalan Allah.
Dan Nabi Muhammad shallahu alaihi wasallam adalah pemimpin para Da'i sampai
akhir zaman.
Allah ta'alaa berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِنَّا
أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا.
وَدَاعِيًا إِلَى اللَّهِ بِإِذْنِهِ
وَسِرَاجًا مُنِيرًا.
Artinya: "Hai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu
untuk jadi saksi, dan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan. Dan untuk
jadi penyeru (Da'i) kepada Agama Allah dengan izin-Nya dan untuk jadi cahaya
yang menerangi." (QS Al Ahzab: 45-46).
Dan siapapun yang beriman yang mengaku sebagai pengikut
Nabi Shallallahu alaihi wasalam, adalah berkewajiban mengemban amanah untuk berdakwah
di jalan Allah. Sebagaimana Allah tegaskan:
قُلْ هَٰذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو
إِلَى اللَّهِ ۚ عَلَىٰ
بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي
ۖ وَسُبْحَانَ اللَّهِ
وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
Artinya: Katakanlah: "Inilah jalan (agama)ku, aku
dan orang-orang yang mengikutiku, mengajak (menyeru) kepada Allah dengan hujjah
yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang
musyrik". (QS Yusuf: 108).
Allah Ta'ala ingin menegakkan hujjah (alasan) kepada
hamba-hambaNya dengan mengutus seorang Rasul dari jenis yang sama dengan objek
dakwah. Yaitu sama-sama manusia, bukan dari kalangan malaikat. Agar manusia
tidak beralasan nanti bahwa mereka tidak mampu beriman seperti Rasul disebabkan
perbedaan jenis.
QUDWAH PILAR UTAMA DAKWAH
Rasul sebagai utusan Allah sekaligus sebagai Da'i yang
jenisnya sama dengan kaumnya, sama-sama makan dan minum, tidur dan bangun,
berjalan di pasar dan sebagainya, dijadikan qudwah (teladan atau prototipe)
bagi kaumnya. Ketika masa kenabian telah berakhir, maka para ulama (juga para
Da'i) yang menempati posisi (qudwah) tersebut. Sebab, kebanyakan manusia tidak
bisa memisahkan antara dakwah dan da'i. Sebagaimana juga tidak bisa dipisah
antara Rasul dan risalahnya. Karena sesungguhnya Islam adalah Dakwah dan Da'i sekaligus.
Si pembawa dakwah harus mencerminkan dakwah yang dibawanya.
Nabi Shallallahu alaihi wasallam selaku Da'i kepada
Allah, telah mengajarkan posisi keteladanan ini kepada sahabat-sahabatnya dan
umat keseluruhan. Beliau adalah qudwah bagi setiap ayah, suami, teman,
pendidik, murabbi, panglima, pemimpin, politisi, negarawan dan
sebagainya.
Nabi Shallahu alaihi wasallam mengilustrasikan posisi
dirinya dalam hadita yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas:
أَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ
بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ إِنَّ
اللَّهَ خَلَقَ الْخَلْقَ فَجَعَلَنِي
فِي خَيْرِهِمْ فِرْقَةً
، ثُمَّ جَعَلَهُمْ
فِرْقَتَيْنِ فَجَعَلَنِي فِي خَيْرِهِمْ فِرْقَةً
، ثُمَّ جَعَلَهُمْ
قَبَائِلَ فَجَعَلَنِي فِي خَيْرِهِمْ قَبِيلَةً
، ثُمَّ جَعَلَهُمْ
بُيُوتًا فَجَعَلَنِي فِي خَيْرِهِمْ بَيْتًا
، وَخَيْرِهِمْ نَسَبًا
" . قَالَ أَبُو عِيسَى : هَذَا
حَدِيثٌ حَسَنٌ.
Artinya: "Saya adalah Muhammad bin Abdullah bin
Abdul Muththalib. Sesungguhnya Allah menciptakan makhluk, maka Dia jadikan aku
sebaik-baik kelompok. Lalu Dia jadikan dua kelompok, maka aku adalah kelompok
terbaik. Lalu Dia ciptakan manusia berkabilah-kabilah, maka aku adalah kabilah
yang terbaik. Lalu Dia jadikan manusia berumah-rumah, maka aku adalah rumah
yang terbaik dan nasab yang terbaik." (HR Tirmidzi, hasan).
Maka Beliau shallallahu alaihi wasallam seorang hamba
yang khusyuk beribadah, suami yang penyayang kepada istri dan keluarga, ayah
yang lemah lembut kepada anak-anaknya, teman yang setia kepada sahabatnya,
panglima yang tangguh dalam perang, pemimpin yang kuat dalam memimpin dan
penguasa yang adil kepada rakyatnya. Begitulah Allah mengkondisikan karena
Qudwah (keteladanan) merupakan tonggak utama keberhasilan dakwah.
QUDWAH SENJATA UTAMA ISHLAH
Pepatah arab menyatakan "yang tidak punya apa-apa
tidak akan bisa memberi apa-apa (فاقد
الشيء لا يعطي).
Takkan bermakna dakwah orang zhalim yang mengajak berbuat adil. Takkan ada
pengaruh dakwah orang yang hidup mewah yang mengajak hidup sederhana. Takkan
bernilai dakwah si pembohong yang mengajak orang lain berkata jujur. Dan tak
ada gunanya dakwah orang yang menyimpang bila mengajak orang lain untuk
istiqamah.
Prinsip "mulai dari dirimu" adalah kunci
keberhasilan dakwah. Tegakkanlah "negara Islam" dalam dirimu dan
keluargamu, niscaya ia akan tegak dan hadir disekitarmu.
Islam tidak melarang seorang mukmin memiliki kendaraan
yang bagus, pakaian yang bagus, harta kekayaan yang banyak, aroma parfum yang
wangi dan pernak-pernik kekayaan dunia lainnya yang halal.
Namun, bila seorang da'i yang memiliki kekayaan seperti
itu, saat ia berdakwah di depan khalayak ramai yang terdiri dari orang-orang
kaya dan miskin, lalu ia berbicara tentang hidup sabar, tabah, qana'ah dengan
rezki Allah dan hal lain yang semakna. Tentulah itu akan sangat mengiris hati
kaum faqir miskin dan dhu'afa yang hadir di sana.
Kenapa demikian? Karena pembicaraan seperti itu tidak
sejalan dengan kondisi dan realita si da'i yang berbicara. Sang da'i mungkin
sangat memahami makna sabar, tabah dan qana'ah (secara teoritis). Tapi, kaum
faqir miskin tidak saja sekedar paham. Justru mereka lebih merasakan dan
mengalami apa itu sabar, tabah dan qana'ah. Itulah "makanan" mereka
sehari-hari. Akan lebih mengena apabila sang Da'i menyampaikan seruan sikap
dermawan, pemurah, peduli dan berbagi kepada para aghniya' (orang-orang kaya).
Bila perlu, disampaikan dengan lebih tegas dan kuat. Dan kemudian langsung
memberikan qudwah (contoh teladan) kepada mereka.
Islam memang adalah agama damai dan keselamatan.
Mengajarkan kasih sayang kepada sesama dan menebarkan rahmat bagi semesta alam.
Namun, akan terasa rancu jadinya, bila seorang Da'i berbicara perdamaian,
mengajak umatnya untuk menebar kasih sayang, sementara di negeri itu umat Islam
lagi ditindas, para ulama di penjara dan dipinggirkan, aktivitas keislaman
dibelenggu oleh para penguasa. Harusnya pada kondisi itu seorang Da'i menyeru
penguasa untuk menghormati para ulama, menghentikan penindasan dan
kesewenang-wenangan terhadap umat.
Orang yang berkata tidaklah sama dengan orang yang
berbuat. Dan orang yang berbuat juga tidak sama dengan orang yang berjuang
(berjihad). Dan orang yang berjuang juga tidak sama dengan orang yang terus
kokoh dan bertahan dalam perjuangannya sampai mendapatkan salah satu dari dua
kebaikan; kemenangan atau mati syahid dalam kebenaran.
Qudwah (keteladanan) dalam dakwah adalah dakwah itu
sendiri. Memperbaiki dan merubah dengan keteladanan, jauh lebih ampuh dan lebih
bermakna. "Perbuatan satu orang dihadapan seribu orang, jauh lebih
berpengaruh dari pada perkataan seribu orang dihadapan satu orang".
Perjalanan panjang dakwah Rasulullah saw dan para sahabat
Beliau yang mulia, penuh dengan keteladanan. Tidak sedikit kemenangan dakwah
terwujud karena adanya keteladanan. Orang-orang berduyun-duyun masuk Islam
karena melihat dan merasakan qudwah pada diri Rasulullah saw. Begitu juga
kemenangan Islam (futuhat Islamiyah) diberbagai negeri dan negara, dapat diraih
karena mereka melihat qudwah pada diri para sahabat dan pejuang-pejuang Islam.
Bahkan Islam masuk ke kawasan Asia Tenggara tanpa pedang dan peperangan. Qudwah
yang ditampilkan oleh para saudagar yang berinteraksi dengan penduduk setempat
telah memikat hati mereka. Sehingga mereka masuk Islam secara suka rela.
SIFAT UTAMA SEORANG DA'I
Agar seorang da'i dapat menjadi qudwah bagi umat dalam
dakwahnya, maka hendaklah ia menghiasi dirinya dengan beberapa sifat (karakter)
utama, diantaranya:
1. Keimanan
yang mendalam dan Aqidah yang lurus.
Hal ini diwujudkan dengan
merealisasikan rukun iman yang enam dalam hati dan keyakinan. Seorang da'i
mesti menjauhkan diri dari hal-hal yang akan menjatuhkannya kepada perbuatan
syirik. Disamping itu, dalam kesehariannya ia memiliki hubungan yang sangat
kuat dengan Allah, yang diaplikasikan dalam ibadahnya yang terjaga (kualitas
maupun kuantitas), baik shalat, puasa, sedekah, tilawah, dan ibadah mahdhah
lainnya. Sebab, ibadah yang baik merupakan salah satu indikator keimanan.
2. Bersifat
Amanah, dapat dipercaya.
Ini merupakan sifat yang
sangat mendasar bagi para Da'i di jalan Allah. Kebanyakan Nabi dan Rasul
dimuliakan Allah dengan sifat ini. Nabi Nuh, Hud, Shaleh, Luth, dan Syu'aib
dinyatakan sebagai Rasuulun amiin (Rasul yang amanah) dalam Surat Asy Syu'ara.
Nabi Yusuf dipuji Allah dengan Hafizhun 'Aliim. Hafizh itulah yang amanah. Nabi
Musa juga disebut Allah sebagai seorang yang kuat lagi amanah (Al qawwiyul
amiin). Begitulah, keberhasilan dakwah para Nabi ditopang dengan sifat mereka
yang amanah.
3. Ash
Shidqu (benar dan jujur) dalam dakwahnya.
Mulai dari Shidqul Lisan
(benar dalam ucapan), shidqun niyah (benar dalam niat/motivasi), shidqul 'azmi
(benar dalam tekad), shidqul wafa' wal 'ahdi (benar dalam kesetiaan dan janji),
sampai kepada shidqul amal (benar dalam amal). Allah memuji hamba-hambanya
memiliki sifat ash shidqu ini:
مِنَ
الْمُؤْمِنِينَ رِجَالٌ صَدَقُوا مَا
عَاهَدُوا اللَّهَ عَلَيْهِ ۖ
فَمِنْهُمْ مَنْ قَضَىٰ نَحْبَهُ
وَمِنْهُمْ مَنْ يَنْتَظِرُ ۖ
وَمَا بَدَّلُوا تَبْدِيلًا
Artinya: "Di antara
orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka
janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara
mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka tidak merubah
(janjinya)". (QS Al Ahzab: 23).
Berkata bohong, tidak ikhlas
kepada Allah, tidak konsisten dalam kerja, sering mangkir dari kerja dakwah dan
perjuangan, mengejar popularitas dan balasan dunia, semua itu merupakan
indikasi hilang (lemahnya) ash shidqu dalam dakwah.
Seorang pujangga arab
menyatakan (yang artinya):
Jika rahasia dan nyata dalam
diri mukmin itu sama...
Maka dia mulia di dua kampung
dan berhak mendapat puja...
Jika yang nyata
menyelisihi yang rahasia...
Maka tidak ada baginya
melainkan susah dan nestapa...
4. Penyayang,
lemah lembut dan santun.
Ini juga merupakan sifat utama
seorang da'i. Sebab, seorang da'i tugasnya adalah mengajak bukan menghukum.
Allah Ta'alaa menyebutkan tentang pribadi Rasululah saw:
لَقَدْ
جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ
عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ
حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
Artinya: "Sungguh telah
datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya
penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat
belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin." (QS At Taubah:
128).
Dalam ayat lain Allah
nyatakan:
فبِما رَحْمَةٍ
مِّنَ ٱللَّهِ لِنتَ لَهُمْ
وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ
ٱلْقَلْبِ لَٱنفَضُّوا۟ مِنْ حَوْلِكَ فَٱعْفُ
عَنْهُمْ وَٱسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى
ٱلْأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ
عَلَى ٱللَّهِ إِنَّ ٱللَّهَ
يُحِبُّ ٱلْمُتَوَكِّلِينَ.
Artinya: "Maka disebabkan
rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu
bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah
membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya." (QS Ali Imran: 159).
5. Sabar
dalam menjalankan dakwah.
Sebab jalan dakwah adalah
jalan panjang, tidak terukur dengan umur seorang da'i. Jalan dakwah adalah
jalan yang penuh cobaan dan ujian. Bukan jalan kesenangan dan kepuasan. Dijalan
ini para Nabi, para Shiddiq, para Syuhada dan orang-orang shaleh telah
merasakan berbagai penderitaan. Pembunuhan, penyiksaan, fitnah, celaan,
penjara, pemboikotan dan berbagai kesusahan/keletihan telah dialami oleh
da'i-da'i awal dari para Nabi dan Rasul. Tentulah takkan ada kemudian, da'i yang
senang saja dalam dakwahnya. Allah berfirman:
وَلَقَدْ كُذ
ِّبَتْ رُسُلٌ مِنْ
قَبْلِكَ فَصَبَرُوا عَلَىٰ مَا كُذِّبُوا
وَأُوذُوا حَتَّىٰ أَتَاهُمْ نَصْرُنَا
ۚ وَلَا مُبَدِّلَ
لِكَلِمَاتِ اللَّهِ ۚ وَلَقَدْ
جَاءَكَ مِنْ نَبَإِ الْمُرْسَلِينَ.
Artinya: "Dan
sesungguhnya telah didustakan (pula) rasul-rasul sebelum kamu, akan tetapi
mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan) terhadap
mereka, sampai datang pertolongan Allah kepada mereka. Tak ada seorangpun yang
dapat merubah kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Dan sesungguhnya telah
datang kepadamu sebahagian dari berita rasul-rasul itu." (QS Al An'am:
34).
Wallahu A'laa wa A'lam.
(Sumber: Ad Dakwah Qawaid wa
Ushul)
0 komentar:
Posting Komentar