MUTIARA HIKMAH
IKADI; Menebar Islam Rahmatan lil 'Alamin
MUTIARA HIKMAH
IKADI; Menebar Islam Rahmatan lil 'Alamin
MUTIARA HIKMAH
IKADI; Menebar Islam Rahmatan lil 'Alamin
MUTIARA HIKMAH
IKADI; Menebar Islam Rahmatan lil 'Alamin
MUTIARA HIKMAH
IKADI; Menebar Islam Rahmatan lil 'Alamin
Minggu, 26 November 2017
Mendirikan Masjid dari Hasil yang Haram
Pertanyaan:
Assalamu'alaikum wr.wb..
Ustadz…
mau bertanya :
Jika mendirikan mesjid dari hasil yang haram apakah bisa membawa si orang tersebut masuk surga ?
Jazakallah khair ustdz.
Jawaban:
Bismillah,
Tujuan tidak dapat menghalalkan segala
cara. Demikian prinsip yang dikenal dalam Islam.
الغاية لا تبرر الوسيلة.
Niat yang benar tidak dapat menghalalkan
tujuan yang salah.
Maka dalam kasus ini keinginan masuk surga dan berbuat baik dengan
membangun atau menyumbang masjid tidaklah dapat dibenarkan bila uangnya
didapatkan dari jalan yang haram. Bagaimana mungkin sesuatu yang sungguh mulia
bahkan puncak dari segala kebaikan didapatkan dengan menempuh jalan yang tidak
dibenarkan Allah subhanahu wata'ala. Bahkan kaum musyrikin Makkah dulu pada
zaman jahiliyah sengaja menyaring penghasilannya terlebih dahulu dari yang
halal,
kemudian barulah diserahkan sebagai shadaqah kepada Masjidil Haram.
Demikian, Wallahu A'lam.
✏ Ustadz Dr. Arifudin Lc. MA
Hukum Mengkonsumsi Cacing
Assalamu’alaikum...
Afwan ust, suami ana terkena penyakit typus. Ada teman yang menganjurkan untuk makan cacing. Karena panik, ana langsung beli kapsul cacing di apotek terdekat. Setelah minum kapsul cacing tersebut, kondisi suami ana membaik. Akhirnya beliau mengkonsumsi obat tersebut secara teratur.
Sebentar
ini ana dapat saran dari teman akhwat kalo sebaikny tidak mengkonsumsi lagi karena cacing haram. Ana waktu itu tidak terpikir kalo cacing haram. Yang ada dalam pikiran ana gimana caranya supaya suami bisa sehat.
Pertanyaan :
1. Apakah cacing yang di kemas dalam bentuk kapsul tetap haram, padahal di botolnya ada label halal dari bpom ?
2. Jika haram, apa yang harus kami lakukan untuk membersihkan tubuh kami dari yang haram tersebut ?
Mohon pencerahannya ust...
Jawaban:
Hukum mengkonsumsi cacing sebagai makanan diperselisihkan oleh
para ulama.
Jumhur ulama termasuk di dalamnya madzhab
syafii menyatakan cacing itu haram. Alasan mereka mengharamkan karena cacing itu termasuk
binatang yang khabits atau jelek dan menjijikkan.
Allah Ta’ala berfirman,
وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ
“Dan dia mengharamkan bagi mereka segala yang khobits” (QS Al
A’raf: 157).
Makna khobits dalam ayat ini ada
tiga pendapat, yaitu:
1. Khobits adalah makanan haram. Jadi
yang dimaksudkan dalam ayat tersebut adalah dilarang menyantap makanan haram.
2. Khobits bermakna segala sesuatu
yang merasa jijik untuk memakannya, seperti ular dan hasyarot (berbagai hewan
kecil yang hidup di darat).
3. Khobits bermakna bangkai,
darah dan daging babi.
Adapun pendapat kedua, yaitu dari madzhab
Maliki, cacing hukumnya boleh dimakan. Alasan mereka adalah tidak adanya dalil
khusus yang mengharamkan cacing. Sedangkan standar khobist atau menjijikkan itu
tidaklah baku. Bisa berbeda-beda antara orang atau tempat yang berbeda pula.
Dalil mereka dalam hal ini adalah Firman
Allah:
قُلْ لَا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ
“Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku,
sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau
makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi – karena
sesungguhnya semua itu kotor – atau binatang yang disembelih atas nama selain
Allah.” (QS. Al An’am: 145).
Dan firman Allah:
وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ
“Padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang
diharamkan-Nya atasmu” (QS. Al An’am: 119).
Dari ayat- ayat ini terlihat bahwa makanan
haram adalah yang dikecualikan dari keumuman ayat pertama (Al Baqarah: 29).
Selain yang diharamkan berarti kembali kepada keumuman yang menyatakan halal
atau bolehnya. (Dinukil dari Al Mawsu’ah All Fiqhiyyah, 5: 147).
Maka dengan demikian hukum mengkonsumsi cacing ini masih
khilafiyah. Sebaiknya kita menghargai perbedaan pendapat ini. Apalagi bila MUI
dan pihak kedokteran mengakui khasiat dan manfaatnya untuk menyembuhkan
penyakit.
Wallahu A'lam.
✏ Ustadz H. Irsyad
Syafar. Lc. M.Ed
Harta Istri
Pertanyaan:
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Afwan ustadz, Bolehkah harta yang kita berikan pada istri
(NAFKAH) di campur dengan Harta Istri (Harta mahar, Hadiah, Hasil kerja istri
),,,
جَزَاكُمُ اللَٰهُ خٓيْرًا
Jawaban:
Harta yang dimiliki oleh istri adalah hak
milik pribadinya, yang tidak boleh diambil oleh suami kecuali dengan seiizin
istri. Baik harta tersebut hak miliknya sebelum nikah, mahar dan hadiah dari
suami saat dan setelah menikah, gaji yang diperolehnya karena pekerjaannya,
maupun berasal dari pemberian suaminya.
Bila istri ingin memberikan sebagian harta
tersebut kepada suaminya, itu adalah hal yang boleh. Tapi, suami tetap tidak
berkuasa atas harta istrinya.
Dalil terkait ini adalah hadist dari Abu Said Al-Khudri,
bahwa suatu ketika, Zainab (istri Ibnu Mas’ud) hendak membayar zakat perhiasan
yang dia miliki. Kemudian beliau bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, Bolehkah istri memberikan zakatnya kepada suaminya dan anak yatim dalam
asuhannya?
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
نَعَمْ، لَهَا أَجْرَانِ، أَجْرُ القَرَابَةِ وَأَجْرُ الصَّدَقَةِ
Artinya: “Ya, silahkan. Dia mendapat dua
pahala: pahala menjaga hubungan kekerabatan dan pahala bersedekah.” (HR.
Bukhari 1466)
Si Istri (istri Ibnu Mas’ud) bersedekah
kepada suaminya (Ibnu Mas’ud) karena Ibnu Mas’ud adalah orang yang miskin.
Sedangkan istrinya adalah orang yang kaya. Ini menunjukkan bahwa harta istri
murni menjadi miliknya, dan suami sedikitpun tidak turut memilikinya.
Jika suami turut memilikinya, tentu saja
suami tidak boleh mendapatkan zakat dari harta istrinya. Sebaliknya, ketika
seorang suami kaya, sementara istri tidak mampu, maka suami tidak boleh
memberikan zakatnya kepada istrinya. Karena suami wajib memberikan nafkah
kepada istrinya.
Oleh karena itu, bila suami memberikan uang
nafkah kepada istrinya untuk biaya hidup keluarga sebulan, maka harta tersebut
sebaiknya jangan dicampur dengan harta istri. Karena khawatir nantinya akan
terpakai harta istri untuk kebutuhan hidup keluarga sebulan. Sedangkan istri
tidak punya kewajiban menafkahi keluarga.
Wallahu A'lam...
✏ ustadz H. Irsyad
Syafar. Lc. M.Ed
Shalat Berjamaah
Pertanyaan:
Assalamualaikum wr wb. Ustadz, mau bertanya:
Kalau imam melakukan duduk istirahat dari
duduk ke berdiri, apakah makmumnya juga duduk istirahat? seperti jika imam baca
doa qunut makmum juga harus baca doa qunut?
Syukron ustadz...
Jawaban:
Bila shalat berjamaah, maka makmum harus
mengikuti imam. Dilarang mendahuluinya dalam rukuk, sujud, bangkit dan sampai
salam. Mendahului imam adalah perbuatan terlarang dan tercela.
عَنْ أَنَسٍ رضي الله عنه قَالَ : صَلَّى بِنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ ، فَلَمَّا قَضَى الصَّلَاةَ أَقْبَلَ عَلَيْنَا بِوَجْهِهِ فَقَالَ : (أَيُّهَا النَّاسُ ، إِنِّي إِمَامُكُمْ ، فَلَا تَسْبِقُونِي بِالرُّكُوعِ ، وَلَا بِالسُّجُودِ ، وَلَا بِالْقِيَامِ ، وَلَا بِالِانْصِرَافِ ، فَإِنِّي أَرَاكُمْ أَمَامِي وَمِنْ خَلْفِي). رواه مسلم
Artinya: Diriwayatkan dari Anas bin Malik:
Nabi saw shalat mengimami kami pada suatu hari. Ketika Beliau selesai shalat,
Beliau berbalik menghadapkan wajahnya kepada kami dan berkata: "Wahai
manusia, Aku adalah imam kalian. Jangan kalian dahului aku dalam rukuk, dalam sujud,
dalam berdiri dan dalam salam. Sesungguhnya aku melihat kalian di depanku dan
di belakangku." (HR Muslim).
Hadits lain malah Rasulullah saw memberikan
ancaman yang sangat keras bagi yang mendahului imam:
" أما يخشى الذي يرفع رأسه قبل الإمام أن يحول الله رأسه رأس حمار
" وفي رواية لمسلم: " أن يحول الله صورته صورة حمار "
Artinya: "Tidakkah salah seorang
kalian takut kalau dia mengangkat kepalanya lebih dahulu dari imam, Allah akan
ganti kepalanya dengan kepala keledai." (HR Muslim).
Kesimpulannya adalah dilarang mendahului
gerakan imam. Para ulama dan ahli ilmu menyarankan agar makmum bergerak setelah
selesai gerakan imam.
Adapun terkait imam yang duduk istirahat,
apakah makmum juga harus duduk istirahat, maka hal itu tidaklah menjadi
keharusan. Apalagi tidak semua makmum mampu melihat atau menyaksikan posisi
bangkit imam, apakah dia duduk atau tidak. Yang wajib adalah tidak mendahului
imam.
Bila imam duduk istirahat saat bangkit ke
rakaat 2 atau 4, sedangkan makmum tidak melakukan duduk istirahat, maka makmum
wajib menunggu atau menahan gerakannya
agar tidak mendahului imam. Bila makmum tidak mengetahui hal tsb, maka tiada
dosa baginya. Yang terlarang itu menyengaja mendahului imam.
Wallahu A'lam.
✏ Ustadz H. Irsyad
Syafar, Lc. M.Ed
Senin, 20 November 2017
Berkomunikasi dengan Lawan Jenis
Pertanyaan:
Bagaimanakah kiat atau trik bijak
berkomunikasi dengan lawan jenis?
Jawaban:
Sudah menjadi perintah Allah dan RasulNya
agar semua mukmin dan mukminah menahan pandangannya dari lawan jenis.
Allah ta’ala berfirman:
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَزْكَىٰ لَهُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ. وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا ۖ
Artinya: "Katakanlah kepada orang
laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan
memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.
Katakanlah kepada wanita yang beriman:
"Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah
mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari
padanya." (QS An Nur: 30-31).
Rasulullah saw juga bersabda:
وقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : " يَا عَلِيُّ لا تُتْبِعْ النَّظْرَةَ النَّظْرَةَ فَإِنَّ لَكَ الأُولَى وَلَيْسَتْ لَكَ الآخِرَةُ رواه الترمذي 2701 وهو في صحيح الجامع 7953.
Artinya: Rasulullah saw berkata:
"Wahai Ali, jangan engkau iringi suatu pandangan dengan pandangan
berikutnya. Sesungguhnya bagi pandangan yang pertama, dan tidaklah bagimu
pandangan yang terakhir (berikutnya)." (HR Tirmidzi).
Hadits ini menjelaskan larangan Rasulullah untuk
melanjutkan pandangan kepada sesuatu yang terlarang dengan pandangan
berikutnya. Pandangan yang pertama masih dimaafkan, sedangkan pandangan
berikutnya tidak lagi dimaafkan atau bermakna berdosa.
Pemahaman seperti ini dikuatkan oleh hadits
lain:
عَنْ جَرِيرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ نَظْرَةِ الْفُجَاءة فَأَمَرَنِي أَنْ أَصْرِفَ بَصَرِي رواه الترمذي وقال هذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ : السنن 2700.
Artinya: Diriwayatkan dari Jarir bin
Abdullah, dia berkata: "Aku bertanya kepada Rasulullah tentang pandangan
yang tidak sengaja, maka Beliau memerintahkan aku untuk memalingkan
pandanganku". (HR Tirmidzi).
Dengan arahan Allah dan Rasulullah saw di
atas, maka setiap mukmin atau mukminah saat berpapasan atau berbicara dengan
lawan jenis, hendaklah mengalihkan tatapan dan pandangannya ke arah lain, atau
meminimalisir untuk saling bertatapan. Sebab, tatapan yang lama akan membawa
kepada "menikmati" pandangan tersebut.
Dan ketika itulah ia terjatuh kepada dosa.
Kiat lain, adalah menghindari khalwah atau
berduaan. Karena dalam situasi seperti itu akan semakin mudah dan terpancing
untuk mengumbar pandangan. Sebaliknya, bila dalam suasana bersama akan ada rasa
malu untuk bertatapan lama.
Kiat yang lain adalah mengurangi dan
mengatur agenda atau kegiatan, sehingga pertemuan lawan jenis itu akan menjadi
berkurang.
Selebihnya, tentu Allah sangat tahu mana
hambaNya yang terus menjaga pandangannya dan mana yang tidak.
Wallahu A'laa wa A'lam.
✏ Ustadz H. Irsyad
Syafar. Lc. M.Ed
Surga di Bawah Telapak Kaki Ibu
Pertanyaan:
Ungkapan bahwa "Surga itu di bawah
telapak kaki ibu", apakah itu ada dalilnya? Dan bagaimana penjelasannya?
Jawaban:
Pertama, ada hadits yang menyebutkan makna
yang sama dengan ungkapan tersebut, yaitu:
عن أنس بن مالك – رضى الله عنه – قال : قال رسول الله – صلى الله عليه و سلم – (( الجنة تحت أقدام الأمهات ))
Artinya: Diriwayatkan dari Anas bin Malik
ra. Telah bersabda Rasulullah saw: "Surga itu di bawah kaki-kaki para
ibu". (Hadits ini diriwayatkan oleh An Nasai, Ahmad, Thabrani dan
Alkhatib).
Tapi hadits ini dinyatakan hadits yang
dhaif oleh para ulama hadits.
Ada riwayat lain yang shahih yang hampir
semakna:
عن معاوية بن جاهمة أنه جاء النبي صلى الله عليه وسلم فقال : يا رسول الله أردت أن
أغزووقد جئت أستشيرك ؟ فقال : هل لك أم ؟ قال : نعم . قال : فالزمها فإن الجنة تحت رجليها . رواه النسائي ( 2 / 54 ) ، وغيره كالطبراني ( 1 / 225 / 2 )
Artinya: Diriwayatkan dari Muawiyah bin
Jahimah, bahwa dia mendatangi Nabi
Shallahu alaihi wasallam dan bertanya: "Wahai Rasulullah, aku ingin pergi
berperang. Aku datang bertanya kepadamu". Rasulullah bertanya:
"Apakah kamu masih memiliki ibu?". Ia menjawab: "Ya,
masih". Rasulullah berkata: "Rawatlah dia, karena sesungguhnya surga
di bawah kedua kakinya".
Hadits ini diriwayatkan oleh An Nasai dan
Thabrani, dan dinilai shahih oleh Syekh Albany, dan diterima oleh Imam Adz
Dzahabi.
Adapun makna atau kandungan dari hadits
tersebut adalah tentang keutamaan memperhatikan, merawat, menghormati,
menyayangi dan mengutamakan ibu. Dan hal itu sejalan dengan perintah Al quran
yang menyuruh birrul walidain, juga sesuai perintah hadits yang mengedepankan
berbuat baik kepada ibu tiga kali lebih utama dari pada kepada ayah.
Maka siapa yang sangat sungguh dan telaten
merawat ibunya, menghormatinya, melayaninya dengan penuh kesadaran dan kesabaran, maka merupakan kunci surga
baginya.
Wallahu a'lam
✏ Ustadz H. Irsyad
Syafar. Lc. M.Ed
Minggu, 19 November 2017
Membakar Mushaf al Qur'an yang Sudah Rusak
Pertanyaan:
Assalamu'alaikum.
Ustadz, apakah boleh membakar mush-haf al-quran dikarenakan sudah rusak,
banyak yang
robek & halaman yang hilang sehingga tidak layak lagi digunakan.
terimakasih atas jawabannya.
Jazakumullahu khairan wa barakallahu fikum.
Jawaban:
Wallahu a'lam
Mushaf yang tidak mungkin lagi untuk dibaca disebabkan karena rusak
atau sudah terlalu usang atau yang lainnya boleh untuk di bakar, atau di kuburkan di tempat yang suci.
Sebab dahulu para sahabat juga membakar
mushaf yang
sudah tidak bisa dimanfaatkan lagi.
Sewaktu masa tauhidul qur'an (masa
dijadikannya al quran dalam satu jenis mushaf).
Wallahu a'lam.
✏ Ustadz Azka
Ummah, Lc
Pelaksanaan Shalat Isya
Pertanyaan
Bismillahirrahmanirrahim.
Apakah boleh mengakhirkan shalat Isya
sampai sepertiga malam?
Jawaban
Pelaksanaan shalat isya memang agak berbeda
dengan shalat-shalat fardhu yang 4 lainnya, yang memang diperintahkan diawal waktu. Adapun shalat isya
dibolehkan mengakhirkannya sampai tengah malam. Dan dalam kondisi darurat boleh
melewati tengah malam. Hal itu merupakan salah satu sunnah atau perbuatan
Rasulullah saw.
Tentunya hal itu menjadi sunnah dan
dibolehkan dengan syarat tidak memberatkan dan tidak pula berakibat
tertinggalnya shalat isya karena ketiduran sampai waktu shubuh.
Adapun dalil-dalilnya antara lain:
Hadits 'Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia
berkata,
أَعْتَمَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- ذَاتَ لَيْلَةٍ حَتَّى ذَهَبَ عَامَّةُ اللَّيْلِ وَحَتَّى نَامَ أَهْلُ الْمَسْجِدِ ثُمَّ خَرَجَ فَصَلَّى فَقَالَ « إِنَّهُ لَوَقْتُهَا لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِى »
“Suatu malam Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendirikan shalat
‘atamah (isya`) sampai berlalu malam dan penghuni masjid pun ketiduran, setelah
itu beliau datang dan shalat. Beliau bersabda, ‘Sungguh ini adalah waktu shalat
isya’ yang tepat, sekiranya aku tidak memberatkan umatku’.” (HR. Muslim no.
638).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, pada
hari kedua Jibril mengerjakan shalat tersebut pada sepertiga malam. Dalam
hadits disebutkan:
وَصَلَّى الْعِشَاءَ إِلَى ثُلُثِ اللَّيْلِ
“Beliau melaksanakan shalat ‘Isya’ hingga sepertiga malam.” (HR. Abu
Daud no. 395. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Dalil lainnya:
وَوَقْتُ صَلاَةِ الْعِشَاءِ إِلَى نِصْفِ اللَّيْلِ الأَوْسَطِ
“Waktu shalat Isya’ adalah hingga pertengahan malam.” (HR. Muslim no.
612)
Juga dapat dilihat dalam hadits Anas,
أَخَّرَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – صَلاَةَ الْعِشَاءِ إِلَى نِصْفِ اللَّيْلِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengakhirkan shalat Isya’ hingga
pertengahan malam.” (HR. Bukhari no 572).
maka kesimpulan yang terbaik adalah
sebagaimana yang diutarakan oleh Ibnu Qudamah. Beliau rahimahullah mengatakan,
وَالْأَوْلَى إنْ شَاءَ اللَّهُ تَعَالَى أَنْ لَا يُؤَخِّرَهَا عَنْ ثُلُثِ اللَّيْلِ ، وَإِنْ أَخَّرَهَا إلَى نِصْفِ اللَّيْلِ جَازَ ، وَمَا بَعْدَ النِّصْفِ وَقْتُ ضَرُورَةٍ ، الْحُكْمُ فِيهِ حُكْمُ وَقْتِ الضَّرُورَةِ فِي صَلَاةِ الْعَصْرِ
“Yang utama, insya Allah Ta’ala, waktu shalat Isya’ tidak diakhirkan
dari sepertiga malam. Jika diakhirkan sampai pertengahan malam, itu boleh.
Namun jika diakhirkan lebih dari pertengahan malam, maka itu adalah waktu
dhoruroh (waktu darurat). Yang dimaksudkan dengan waktu dhoruroh adalah
sebagaimana waktu dhoruroh dalam shalat ‘Ashar.”
Pertengahan malam itu lebih kurang pada jam
11 sampai 12 malam. Sebab, malam dimulai di waktu maghrib sekitar jam 18.00, dan berakhir di waktu shubuh sekitar
jam 04.30 pagi.
Wallahu a'lam
Cara Meminum Air Zam-Zam
Pertanyaan:
Assalamu'alaikum. Ustadz, apakah disunnah
kan untuk meminum air zam zam
sambil berdiri..?? Jazakallah khoir ust
Jawaban:
Waallahu a'lam,,
Ibnu qoyyim berkata :
"Bahwa pada dasarnya, adab ketika
minum adalah duduk.
Banyak hadits shohih dari Rasulullah Shallallahu 'alahi wa sallam yang menguatkan adab ini.
Dan banyak juga hadits yang shohih melarang ummat
islam untuk minum dalam keadaan
berdiri.
Di sisi lain, ada hadits shahih yang mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu
'alahi wa sallam pernah minum air zam-zam dalam keadaan berdiri, ketika beliau meminta untuk diberikan air tersebut.
Menyikapi hadits ini, Maka sebagian ulama
mengatakan bahwa hadits yang meriwayatkan rasulullah Shallallahu 'alahi wa sallam minum air zam-zam sambil berdiri telah
dihapus hukumnya oleh banyak hadits yang melarang untuk minum berdiri.
Sebagian (ulama) lain mengucapkan, berdirinya rasulullah Shallallahu 'alahi wa
sallam ketika minum air zam-zam adalah untuk
menunjukkan kepada ummatnya bahwa larangan beliau (minum sambil berdiri) adalah
makruh, tidak sampai kepada haram.
Sebagian (ulama) lain mengatakan bahwa
kondisi ketika itu yang membuat rasulullah Shallallahu 'alahi wa sallam terpaksa berdiri
sewaktu minum air zam-zam"
Dari pernyataan tersebut, bisa kita tarik kesimpulan bahwa sengaja untuk berdiri bukanlah salah
satu sunnah ketika minum air zam-zam.
Wallahu a'lam
Shalat Sunat Fajar
Pertanyaan
Assalamu'alaikum ww
Apakah sholat sunah rawatib qobla subuh itu sama dengan sholat sunat
fajar??? Karena ana pernah dengar bahwa sholat sunat fajar itu waktunya sbelum
adzan subuh dan ada juga yang bilang setelah azan
subuh...
Syukran...
Jawaban
Shalat sunat rawatib subuh sama dengan
shalat sunat fajr, Waktu pelaksanaannya setelah
azan subuh yaitu setelah masuknya waktu subuh.
Hal ini diterangkan dalam
beberapa hadits dalam masalah ini, diantaranya hadits Asiyah radhiyallahu
‘anha :
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُخَفِّفُ الرَّكْعَتَيْنِ اللَّتَيْنِ قَبْلَ صَلاَةِ الصُّبْحِ حَتىَّ إِنِّيْ لأَقُوْلُ : هَلْ قَرَأَ بِأُمِّ الْكِتَابِ؟
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meringankan dua rakaat shalat sunnah
subuh sebelum shalat fardhu Subuh, sampai-sampai aku bertanya : “Apakah beliau
membaca surat Al-Fatihah?” (HR Bukhari 1095 dan Muslim 1189)
Hadits diatas menerangkan tentang waktunya yaitu sebelum shalat subuh dan
dikerjakan dalam waktu yang singkat. Diantara riwayat yang sampai ttg bacaan yang dibaca adalah : pada
rakaat pertama setelah al fatihah membaca
قل ياايها الكافرون
Dan rakaat kedua
قل هو الله احد
Wallahu a'lam
✏ Dr. H. Urwatul
Wusqa, Lc. MA
Wanita Mendaki Gunung
Pertanyaan:
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Ustadz,
Ana diajak istri pergi mendaki gunung
ustadz. Bagaimana
pandangan Syariat Islam tentang mendaki gunung ustadz, karena istri ana ingin
mendaki gunung, kalau ana tidak kan
(karena ana gak suka daki gunung) istri ana nangis ustadz, ana gak bisa
lihat perempuan nangis. Jazzakkallaah khairan.
Jawaban
Wallahu a'lam
Mendaki gunung secara umum hukumnya sah2
saja, sebab tak ada dalil dalam islam yg melarangnya,,
Tapi jika tujuannya adalah utk hal2 yg
haram, maka tentu hukum mendaki gunung pun jadi haram..
Kalau utk perempuan, lebih baik tidak ikut,
sebab lebih banyak mudharatnya bagi mereka,,
Akan tetapi jika d pastikan aman dan si
wanita mampu dan btul2 kuat,,
Maka kembali k hukum asal, bahwa itu
boleh..
Wallahu a'lam
Berteman dengan Non Muslim
Pertanyaan:
Assalamualaikum wr.wb
Izin bertanya mbak admin.
Beberapa bulan yang lalu saya masuk kerja
ustadz,
ternyata di perusahaan nya juga ada yang
non muslim ustad, karena kami memiliki tugas yang
sama maka seiring berjalannya waktu kami sekarang ya sudah temanan ustadz, jumlah perempuan yang non muslimnya ad 3 orang ustadz, pertemanan kami mulai
dekat ustadz.
Selayak nya berteman ustadz, kami juga pegangan tangan ustadz, makan bareng, foto bareng dll.
Tapi akhir-akhir ini saya ingat ustadz kalo sebenarnya mereka kan bukan teman muslim
saya. Lalu apakah tindakan yang harus saya lakukan ustadz? Saya benar-benar bingung ustadz. Merekapun juga baik ustadz, rasanya aneh kalo saya jaga jarak langsung tanpa ada alasan yang tepat ustadz. Saya mohon
pencerahannya ustadz. Terimakasih sebelumnya ustadz.
Jawaban:
Allah tidak melarang kamu untuk berbuat
baik dan berlaku adil terhadap orang orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak
mengusir kamu dari negerimu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang orang yang berlaku adil.
Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawan mu orang orang
yang
memerangi kamu karena agama dan mengusirmu dari negerimu dan membantu orang
lain untuk mengusirmu.Dan siapa saja yang menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang orang yang zalim ( surat al- Mumtahanah ayat 8 dan 9). Berdasarkan ayat-ayat tersebut, maka pertanyaan mahasiswi/akhawat yang
bekerja di perusahaan dan berteman akrab dengan wanita non muslim di perusahaan itu hukumnya boleh. Bahkan dalam suatu hadis
diterangkan bahwa Nabi Muhammad.s.a.w pernah berjual beli secara tidak tunai dengan orang Yahudi dengan menggadaikan baju
besinya. Dalam bermu'amalah kita boleh berbuat baik walaupun kepada non muslim selama mereka
tidak memerangi kita, tidak memusuhi kita dan tidak mengusir kita dari negeri
kita. Hanya saja kalau sudah akrab dengan
non muslim sebaiknya diajak mereka masuk Islam. Sambil bekerja di perusahaan kita juga berdakwah
Wallahua'lam
Do'a Iftitah
Pertanyaan:
Doa iftitah yang versi manakah yang paling afdhal untuk dibaca ustadz? Karena dari yang ana ketahui, ada beberapa versi doa iftitah.
Jawaban:
Wallahu a'lam
Ada beberapa hadits yang di dalamnya terdapat beberapa
versi bacaan do'a iftitah :
١. اللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِي وَبَيْنَ خَطَايَايَ ، كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ المَشْرِقِ وَالمَغْرِبِ ، اللَّهُمَّ نَقِّنِي مِنَ الخَطَايَا ، كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ ، اللَّهُمَّ اغْسِلْ خَطَايَايَ بِالْمَاءِ ، وَالثَّلْجِ ، وَالبَرَدِ ) .
Diriwayatkan oleh imam bukhari dan muslim.
٢. ( سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ ، وَتَبَارَكَ اسْمُكَ وَتَعَالَى جَدُّكَ ، وَلَا إِلَهَ غَيْرَكَ )
Diriwiyatkan oleh imam atturmudzi
٢. وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا ، وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ ، إِنَّ صَلَاتِي ، وَنُسُكِي ، وَمَحْيَايَ ، وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ ، لَا شَرِيكَ لَهُ ، وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِينَ ، اللهُمَّ أَنْتَ الْمَلِكُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ أَنْتَ رَبِّي ، وَأَنَا عَبْدُكَ ، ظَلَمْتُ نَفْسِي ، وَاعْتَرَفْتُ بِذَنْبِي، فَاغْفِرْ لِي ذُنُوبِي جَمِيعًا ، إِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ ، وَاهْدِنِي لِأَحْسَنِ الْأَخْلَاقِ لَا يَهْدِي لِأَحْسَنِهَا إِلَّا أَنْتَ ، وَاصْرِفْ عَنِّي سَيِّئَهَا لَا يَصْرِفُ عَنِّي سَيِّئَهَا إِلَّا أَنْتَ ، لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ وَالْخَيْرُ كُلُّهُ فِي يَدَيْكَ ، وَالشَّرُّ لَيْسَ إِلَيْكَ ، أَنَا بِكَ وَإِلَيْكَ ، تَبَارَكْتَ وَتَعَالَيْتَ ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ.
Diriwiyatkan oleh imam muslim.
Fatwa syekh bin baz : bahwa yang terbaik
dibaca untuk iftitah shalat wajib adalah (yang nomor satu dan nomor dua)
Dan ibn qoyyim mengatakan bahwa bacaan
iftitah (yang
nomor tiga) senantiasa dibaca Rasulullah Shallallahu 'alahi wa sallam ketika
qiyamullail
Wallahu a'lam