Pertanyaan:
Assalamu'alaikum ust... Ana ingin bertanya...
Sebenanrnya, sudah lama ana mendngar cerita
ini, tapi kmren, ana kmbali lagi mendengar cerita tersebut yang mengatakan
bahwa "shalat yang tidak dilaksanakan pada waktu muda dulu, harus di
qadha/dignti dengan shalat ketika kita sudah bertaubat"
Pertanyaan inti adalah : apakah ada shalat wajib ini di
qadha?
Misalnya : kita koma agak 2 bulan atau lebih, maka
kita juga akan mengganti shalat kita yang tidak terlaksana tersebut ketika kita
sudah sadar
Bagaimana menurut ustadz?
Yang lebih ana herankan lagi, sumber yang dibcakan oleh
si pencerita kemren adalah, dari ust a*du s**m*…
Mohon bimbingannya ustadz.
(maaf klo bahasa nya gak karuan, mudah2 an bisa di
mengerti)
Jawaban:
Mengqadha shalat wajib yang sudah terlewat waktunya ada
dua macam:
1. Terlewat
karena alasan (udzur) yang syar'i, seperti karena tertidur, terlupa dan dalam
kecamuknya medan jihad.
2. Terlewat
dengan sengaja tanpa alasan yang dibolehkan oleh syara'.
Pertaman; Para ulama semuanya sepakat menyatakan bahwa
Mengqadha shalat wajib yang tertinggal karena alasan syar'i adalah WAJIB.
Hal tersebut ditegaskan dengan dalil-dalil yang sangat kuat.
Dalil-dalil tersebut antara lain, adalah sebagai berikut:
Sabda Rasulullah saw dari Hadits Anas bin Malik:
مَنْ نَسِيَ صَلاةً فَلْيُصَلِّ
إِذَا ذَكَرَهَا لا كَفَّارَةَ
لَهَا إِلاَّ ذَلِكَ وَأَقِمْ
الصَّلاةَ لِذِكْرِي.
Artinya: ”Siapa yang terlupa shalat, maka lakukan shalat
ketika ia ingat dan tidak ada tebusan kecuali melaksanakan shalat tersebut dan
dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku. (HR. Bukhari)
Adapun dalam kecamuk medan jihad, Nabi SAW Mengqadha'
Empat Waktu Shalat Dalam Perang Khandaq.
Rasulullah SAW ketika itu telah terlewatkan 4 waktu
shalat, yaitu Dzhuhur, Ashar, Maghrib dan Isya. Maka Beliau dan para sahabatnya
melakukan keempat shalat tersebut secara urut setelah waktu isya.
عَنْ نَاِفع عَنْ أَبِي
عُبَيْدَة بنِ عَبْدِ الله
قَالَ : قاَلَ عَبْدُ الله
: إِنَّ الْمُشْرِكِينَ شَغَلُوا رَسُولَ اللَّهِ
عَنْ أَرْبَعِ صَلَوَاتٍ يَوْمَ
الْخَنْدَقِ حَتَّى ذَهَبَ مِنَ
اللَّيْلِ مَا شَاءَ اللَّهُ
فَأَمَرَ بِلاَلاً فَأَذَّنَ ثُمَّ
أَقَامَ فَصَلَّى الظُّهْرَ ثُمَّ
أَقَامَ فَصَلَّى الْعَصْرَ ثُمَّ
أَقَامَ فَصَلَّى الْمَغْرِبَ ثُمَّ
أَقَامَ فَصَلَّى الْعِشَاءَ.
Artinya: Dari Nafi’ dari Abi Ubaidah bin Abdillah, telah
berkata Abdullah,”Sesungguhnya orang-orang musyrik telah menyibukkan Rasulullah
SAW sehingga tidak bisa mengerjakan empat shalat ketika perang Khandaq hingga
malam hari telah sangat gelap. Kemudian beliau SAW memerintahkan Bilal untuk
melantunkan adzan diteruskan iqamah. Maka Rasulullah SAW mengerjakan shalat
Dzuhur. Kemudian iqamah lagi dan beliau mengerjakan shalat Ashar. Kemudian
iqamah lagi dan beliau mengerjakan shalat Maghrib. Dan kemudian iqamah lagi dan
beliau mengerjakan shalat Isya.” (HR. At-Tirmizy dan AnNasa’i)
Nabi SAW juga Mengqadha Shalat Shubuh karena tertidur
sepulang dari Perang Khaibar:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ
أَبِي قَتَادَةَ عَنْ أَبِيهِ
قَالَ : سِرْنَا مَعَ النَّبِيِّ
لَيْلَةً فَقَالَ بَعْضُ الْقَوْمِ
لَوْ عَرَّسْتَ بِنَا يَا
رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أَخَافُ
أَنْ تَنَامُوا عَنْ الصَّلاةِ
. قَالَ بِلالٌ أَنَا أُوقِظُكُمْ
فَاضْطَجَعُوا وَأَسْنَدَ بِلالٌ ظَهْرَهُ إِلَى
رَاحِلَتِهِ فَغَلَبَتْهُ عَيْنَاهُ فَنَامَ فَاسْتَيْقَظَ
النَّبِيُّ وَقَدْ طَلَعَ حَاجِبُ
الشَّمْسِ فَقَالَ يَا بِلالُ
أَيْنَ مَا قُلْتَ قَالَ
مَا أُلْقِيَتْ عَلَيَّ
نَوْمَةٌ مِثْلُهَا قَطُّ قَالَ
إِنَّ اللَّهَ قَبَضَ أَرْوَاحَكُمْ
حِينَ شَاءَ وَرَدَّهَا عَلَيْكُمْ
حِينَ شَاءَ يَا بِلالُ
قُمْ فَأَذِّنْ بِالنَّاسِ بِالصَّلاةِ
فَتَوَضَّأَ فَلَمَّا ارْتَفَعَتْ الشَّمْسُ
وَابْيَاضَّتْ قَامَ فَصَلَّى
Artinya: Dari Abdullah bin Abi Qatadah dari ayahnya
berkata,”Kami pernah berjalan bersama Nabi SAW pada suatu malam. Sebagian kaum
lalu berkata, “Wahai Rasulullah, sekiranya anda mau istirahat sebentar bersama
kami?” Beliau menjawab: “Aku khawatir kalian tertidur sehingga terlewatkan
shalat.” Bilal berkata, “Aku akan membangunkan kalian.” Maka mereka pun
berbaring, sedangkan Bilal bersandar pada hewan tunggangannya. Namun ternyata
rasa kantuk mengalahkannya dan akhirnya Bilal
pun tertidur. Ketika Nabi SAW terbangun ternyata matahari
sudah terbit, maka beliau pun bersabda: “Wahai Bilal, mana bukti yang kau
ucapkan!” Bilal menjawab: “Aku belum pernah sekalipun merasakan kantuk seperti
ini sebelumnya.” Beliau lalu bersabda: “Sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla memegang
ruh-ruh kalian sesuai kehendak-Nya dan mengembalikannya kepada kalian
sekehendak-Nya pula. Wahai Bilal, berdiri dan adzanlah (umumkan) kepada
orang-orang untuk shalat!” kemudian beliau SAW berwudhu, ketika matahari
meninggi dan tampak sinar putihnya, beliau pun berdiri melaksanakan shalat.”
(HR. Al-Bukhari)
Semua dalil2 diatas menunjukkan wajibnya mengqadha shalat
yang terlewatkan karena adanya udzur. Caranya adalah mengqadha langsung ketika
terbangun, atau teringat atau terbebas dari kecamuk perang.
Kedua; Adapun mengqadha shalat wajib yang dutinggalkan
dengan sengaja, maka para ulama berbeda pendapat dalam hal ini kepada dua
pendapat besar.
*Pendapat pertama* menyatakan wajib mengqadha, walaupun
habis waktunya untuk melakukan hal itu, walaupun banyak shalat yang
terlewatkan, selama tidak memberatkan. Pendapat ini adalah pendapat Imam 4
madzhab; Hanafi, Maliki, Syafii dan Hambali.
Alasan pendapat ini secara umum didasarkan kepada dalil
hadits di atas yang menyatakan tidak ada kaffarah kecuali qadha. Dan alasan
lain adalah karena kewajiban shalat tidak pernah terhapus bagi seseorang sampai
dia meninggal. Dan kewajiban qadha diqiyaskan kepada yang berudzur.
Imam Ibnu Najim (w. 970 H) salah seorang ulama mazhab
Hanafi, dalam kitabnya Al-Bahru Ar-Raiq Syarah Kanzu Ad-Daqaiq menyatakan:
أن كل صلاة
فاتت عن الوقت
بعد ثبوت وجوبها
فيه فإنه يلزم
قضاؤها سواء تركها عمدا
أو سهوا أو
بسبب نوم وسواء كانت
الفوائت كثيرة أو قليلة
"Sesungguhnya tiap shalat yang terlewat dari
waktunya setelah pasti wajibnya, maka wajib untuk diqadha', baik
ditinggalkannya karena sengaja, terlupa atau tertidur. Baik jumlah shalat yang
ditinggalkan itu banyak atau sedikit."
Imam An-Nawawi (w. 676 H) salah satu Ulama rujukan dalam
mazhab Asy-Syafi'iyah menyebutkan dalam kitab Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab:
من لزمه صلاة ففاتته
لزمه قضاؤها سواء فاتت
بعذر أو بغيره
فإن كان فواتها
بعذر كان قضاؤها على
التراخي ويستحب أن يقضيها
على الفور
Orang yang sudah wajib hukum shalat baginya, lalu
melewatkannya, maka wajib atasnya untuk mengqadha' shalat tersebut, baik
terlewat karena udzur atau tanpa udzur. Bila terlewat karena udzur boleh
mengqadha'nya dengan ditunda namun bila dipercepat hukumnya mustahab."
Adapun *Pendapat yang kedua*, tidak ada qadha bagi yang
meninggalkan shalat dengan sengaja. Ini merupakan pendapat Ibnu Hazm, Ibnu
Taimiyah, Ibnul Qayyim, dan ulama kontemporer Syekh Bin Baz, Utsaimin, Albany
dan Sayyid Sabiq dalam fiqh Sunnahnya.
Alasan pendapat kedua ini antara lain:
1. Kewajiban
shalat itu sudah Allah tetapkan waktunya. Melakukan shalat tidak pada waktunya
dengan sengaja, shalat tersebut tidak sah sama sekali. Dan tidak ada dalil yang
memerintahkan penggantiannya. Berbeda dengan yang ada udzur, ada dalil yg
memerintahkan penggantiannya. Maka otomatis menjadi waktu baru bagi ibadah
tersebut, yaitu waktu saat hilangnya udzur.
2. Kalau
kewajiban shalat masih boleh dikerjakan dilain hari, maka akan tidak artinya
Allah menetapkan batas awal dan batas akhir dari waktu shalat. Mustahil Allah
mensyariatkan yang sia-sia.
3. Kalau
shalat yang ditinggal dengan sengaja masih boleh dikerjakan dihari lain, maka
tidak ada gunanya Allah mengancam neraka wail (kecelakaan) bagi yang telah
melalaikan shalat.
Bagi pelakunya tidak ada pilihan kecuali bertobat dengan
sebenar2nya taubat. Karena dia telah melakukan sebuah dosa besar. Dengan tobat
yang benar, semoga Allah mengampuninya. Dan dia harus memperbanyak amalan
sunnah dan kebaikan untuk memperberat timbangan pahalanya di akhirat.
Syekh Sayyid Sabiq menyatakan bahwa pendapat kedua ini
merupakan pendapat Umar Bin Khattab, Ibnu Umar, Saad bin Abi Waqqas, Salman
Alfarisi, Ibnu Mas'ud, Muhammad bin Sirrin, Umar bin Abdul Aziz dan lain2.
Pendapat kedua ini terlihat lebih kuat dan lebih maslahat.
Agar orang tidak mudah saja melalaikan shalat.
Adapun bagi orang yang gila atau hilang akal dalam jangka
waktu yang lama, tidak wajib baginya qadha shalat sampai dia kembali sadar dan
normal kembali. Hal ini dinyatakan olehhy Imam Az Zuhri, Hasan Al Bashri dan
Muhammad bin Sirrin.
Wallahu A'lam.
Ustadz H.Irsyad Syafar. Lc. M. Ed